Saya bilang, dapat menulis. Bukan dapat menulis dengan baik, benar, ataupun menarik. Hal ini harus dibedakan. "Dapat menulis" tentu berbeda dengan "dapat menulis dengan baik".
Menulis adalah Menyampaikan Gagasan
Berbeda dengan berbicara, saya percaya hampir semua orang di dunia ini dapat menulis. Bahkan saudara-saudara yang memiliki keterbatasan alat gerak sekalipun.Menulis bukan sebatas merangkai huruf demi huruf di atas kertas yang ditulis dengan pensil ataupun pulpen. Menulis juga bukan ketak-ketik kata di atas kibor komputer, yang ditampilkan di layar monitor. Menulis jauh lebih mendasar dari itu semua.
Menulis adalah menyampaikan gagasan. Mengeluarkan apa yang ada di kepala untuk selanjutnya divisualkan dalam rangkaian kata. Hal inilah yang kelak menjadi hasil akhir dari aktivitas menulis. Penyampaian gagasan melalui media cetak atau digital dalam bentuk tertulis.
Nah, menurut saya, satu-satunya hal yang membatasi seseorang untuk dapat menulis hanya satu: keterampilan berbahasa.
Mau bagaimana lagi, seseorang yang belum cakap dalam berbahasa, dalam artian belum mengerti bahasa manusia pada umumnya, tentu akan sukar untuk menulis.
Dengan keyakinan ini, maka saya dapat berkata bahwa anak kecil sekalipun, jika dia telah dapat bertutur kata—kendati belum memiliki banyak kosa kata—sudah dapat menulis.
Jangan berpikir terlalu rumit. Aktivitas merangkai kata yang dikenal masyarakat luas sebagai kegiatan menulis tidak harus selalu dikerjakan oleh si pemilik gagasan itu sendiri, 'kan?
Bagi seorang anak, sangat mungkin penyampaian gagasan dari si anak kepada dunia dituliskan oleh pengampunya. Orang tua, kakak, atau gurunya mungkin.
Orang-orang sibuk di luar sana pun tak berbeda. Kamu pikir, mereka yang sibuk menjadi menteri, pejabat publik, dan public figure itu punya waktu merangkai kata di depan laptop? Lalu, bagaimana mereka bisa punya buku?
Ya menyewa jasa ghostwriter tentu dapat menjadi solusi. Penjelasan apa itu ghostwriter, mungkin akan saya bahas di lain kesempatan, ya.
Bukan tidak mungkin pula, kawan-kawan dengan anggota gerak—misalnya tangan atau jari yang tidak lengkap—dapat menyampaikan ide juga gagasan. Lalu, bagaimana gagasan mereka dapat diterima publik? Lewat tulisan tentu saja.
Lagi-lagi, banyak cara dan ada berjuta kemungkinan. Minta bantuan kawan untuk menuliskan, menyewa jasa pihak ketiga, hingga berupaya secara mandiri pun tidak jadi persoalan.
Saya tidak akan berpanjang kalam. Satu hal yang pasti, saya kecewa dan teriritasi teramat mendalam ketika ada seseorang yang tanpa pikir panjang menyatakan dirinya tak piawai menulis.
"Sorry, Bang. Saya enggak bakat nulis."
Sebab, jika mereka belum apa-apa sudah mengecilkan diri sendiri, apa hal yang mampu membuat mereka menganggap diri mereka besar?
***
Camkan itu!
Posting Komentar
Posting Komentar