Trik Mengamuk dengan Elegan

Posting Komentar
Trik Mengamuk dengan Elegan

Kamu tengah merasa kesal? Memiliki kebencian atas sesuatu secara maksimal? Bingung 
bagaimana meluapkan dan ke mana perlu disalurkan?

Barangkali yang kamu perlukan hanya melampiaskan kebencian, kemarahan, serta kekesalanmu yang memuncak dengan cara elegan. Dalam bahasa yang sederhana, kamu butuh mengamuk dengan cara yang anggun, santun, dan tetap berwibawa.

Tidak perlu bingung. Kamu hanya perlu melakukan beberapa hal berikut untuk menciptakan amukan berdaya ledak tinggi, tetapi tetap mampu menjaga harkat dan martabatmu sebagai manusia.

Tentukan subjek utama penyebab kemarahan

Trik Mengamuk dengan Elegan

Identifikasi nama subjek yang menyebabkan dirimu marah. Bisa siapa pun. Manusia, hewan, tumbuhan, ataupun keadaan. Apa pun mungkin menjadi subjek.

Pilih saja. Sebut namanya. Jangan ragu. Jangan malu.

Sebagai contoh tulisan ini, marilah kita ambil satu orang bernama Ronald.


Pilih perasaan yang paling mendominasi ketika mendengar, membaca, atau membicarakan subjek yang telah kamu tentukan


Definisikan perasaanmu dengan jelas. Marah. Sedih. Kecewa. Bisa apa pun

Trik Mengamuk dengan Elegan

Selain menyebutkan perasaan, kamu perlu mendefinisikannya. Jika kamu merasa marah, maka jelaskan pada dirimu, mengapa kamu marah pada subjek itu? Jika kamu kecewa, maka beri tahu dengan jelas, apa alasanmu merasa kecewa pada subjek dimaksud?

Untuk membantu, saya akan memberi contoh.

Saya marah pada Ronald karena dia memperlakukan saya sebagai mesin. Dia menginjak-injak saya dengan mempertanyakan cita-cita saya sebagai penulis karena saya tidak berlatar belakang pendidikan sastra ataupun ilmu jurnalistik.


Buat rangkaian kalimat yang jelas, singkat, dan tepat sasaran

Trik Mengamuk dengan Elegan

Rangkai seluruh perasaanmu itu dalam berbagai kalimat. Jangan hanya satu. Buat kalimat yang padu dan terkait satu sama lain.

Pilih diksi terbaik yang dapat kamu pikirkan. Tuangkan kalimatmu dengan penuh semangat ke dalam sebuah tulisan yang baik. Penuhi seluruh kaidah kebahasaan yang dapat kamu ingat sewaktu menulis.

Pakem utama yang harus kamu ingat cukup satu hal: jangan hanya memaki. Akan tetapi, memakilah dengan kalimat yang tertata rapi.

Bagian ketiga merupakan perpaduan dari bagian/tahap pertama dan kedua, yang dipadukan dengan kalimat yang panjang. Sama seperti sebelumnya, saya akan memberi contoh untuk bagian ketiga ini.

***

Kamu memiliki kenalan bernama Ronald? Atau mungkin, kamu sendiri yang bernama Ronald? Tenang saja, meski saya akan membicarakan manusia—jika ia memang pantas disebut manusia—bernama Ronald, bisa jadi kenalan atau dirimu itu bukan Ronald yang saya maksud.

Ronald adalah manifestasi evolusi kera yang gagal menjadi manusia. Sejujurnya, saya bukanlah penganut teori evolusi Darwin. Saya percaya, nenek moyang saya adalah Adam as. Namun, untuk kondisi kali ini, biarlah saya menggunakan teori Darwin. Toh, tujuan saya kan hendak memaki.

Ronald—dengan siku dan mulutnya yang beracun—menerima tanggung jawab sebagai manajer baru di tempat saya bekerja. Sayangnya, dia tak lebih dari manajer karbitan yang belum cukup mampu mengelola manusia.

Kinerjanya sebagai individu mungkin baik. Namun, dalam menjalankan peran mengelola manusia yang memiliki berbagai urusan, kepentingan, dan cara pandang, dia tak lebih dari seorang bayi yang baru lahir 12 menit. Tak punya daya dan upaya.

Ronald berpikir, dengan jabatan dan posisi yang dimiliki, dia berhak untuk memerintah semua subordinatnya dan menjadikan mereka sebagai alas kaki. Tanpa menanyakan kesibukan anak buah terlebih dahulu, ia dengan santai memerintahkan sang anak buah—yang juga manusia—pulang pukul 23.30, kerja di hari Sabtu, dan masuk lagi keesokan harinya sebelum pukul 07.30.

Padahal, kamu tahu, jarak anak buahnya ke kantor—ya itu saya—sekitar 2,5 jam perjalanan atau sekitar 75km.

Ketika dua minggu pertama tiba di kantor ini, saya mengalami kecelakaan. Sebagai anak buah yang baik—saat itu belum mengetahui manusia seperti apa Ronald itu—saya melapor kepadanya atas keadaan yang menimpa. Saya—tadinya—akan minta izin datang terlambat lantaran terguling dari motor, nyaris menjadi penghuni tanah, dan meninggalkan anak istri untuk selamanya.

Kamu tahu apa respons yang dia beri setelah menerima telepon saya?
"Tapi Jamal tetap bisa masuk ke kantor, 'kan?"
Kesimpulan paling sederhana yang dapat saya ambil hanya satu. Ronald adalah serendah-rendahnya makhluk. Makhluk dengan kecerdasan sosial yang lebih rendah daripada planaria. Bangsat yang se-bangsat-bangsat-nya bangsat.

***

Bagaimana, sudah terbayang trik memaki, mengamuk, dan meledak dengan elegan? Sudah siap untuk mempraktikkannya?

Satu rahasia yang perlu kamu ketahui. Jika kamu mempraktikkannya dengan sempurna dan sesuai urutan yang saya tulis di atas, seharusnya amarahmu sudah mereda sejak kali pertama mencoba menulis. Kalau pun tidak mereda, maka kamu telah menghasilkan sebuah mahakarya yang lahir akibat kemarahan yang memuncak.

Penasaran? Selamat mencoba!
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar