Kritik untuk Film #Alive: Kurang Puas

Posting Komentar
kurang puas menonton #Alive
Membaca begitu banyak review positif atas film #Alive, tentu memicu saya menonton film ini. Yah, sebenarnya film ini memang sudah masuk dalam daftar TBW—to be watch—saya, sih. Namun, mengingat cukup banyak urusan kehidupan yang perlu dituntaskan, jadilah film ini harus mengantre cukup lama.

Jujur saja, saya amat berharap akan merasakan atmosfer ngeri yang kental tatkala film ini mulai memenuhi ruang pandang. Pun jika tidak membawa kengerian, saya cukup berharap #Alive akan membawa kesegaran yang menyenangkan seperti ketika saya menonton film zombi lain, Zom 100.

Habisnya mau bagaimana lagi. Merujuk pada berbagai ulasan yang saya dapat, terinfo bahwa #Alive merupakan salah satu film bertema zombi dengan gaya penceritaan berbeda dari kebanyakan film sejenis. Review positif serta raihan keuntungan pascapemutaran film ini pun, terbilang fantastis. Bahkan, film ini berhasil memuncaki daftar film Korea setelah dua hari pemutarannya.
kurang puas menonton #Alive
Maka, benak saya pun berkata, pilihan untuk film ini hanya dua: mengerikan sekaligus tragis seperti Train to Bussan maupun All of Us are Dead, atau konyol, tetapi tetap sarat nilai seperti Zom 100 atau Zombieland. Oya, bagi Sobat yang membutuhkan rekomendasi film bertema zombi, bisa mengakses artikel saya di sini.

Baik, mari kita kembali pada ulasan seputar #Alive.
Film mulai bergulir. Dengan cepat, tampilan ngeri zombi pemangsa manusia langsung memenuhi layar sejak menit-menit awal film. Akan tetapi, hingga cerita berakhir, tidak banyak kegembiraan yang diharapkan akan tersaji dari film ini, saya peroleh.

Garis Besar Cerita

#Alive bercerita tentang Oh Joon Woo, seorang gamer andal yang tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah kompleks apartemen. Sewaktu Joon Woo bangun tidur, kedua orang tuanya sedang pergi ke sebuah tempat. Jadilah cowok cepak ini tinggal di apartemen sendirian.

Begitu dia mau memulai kembali gim tembak-tembakan online bergaya first person shooter ala PUBG, rekan sesama gamer mengatakan sesuatu yang membuatnya menghentikan permainan. Kawan Joon Woo berkata bahwa dalam siaran berita sedang disiarkan adanya kerusuhan yang terjadi akibat manusia-manusia yang berubah menjadi agresif dan kanibal.

Joon Woo bergegas ke ruang televisi. Terperangah dengan siaran yang ada, dia melongok ke luar apartemen.

Terpampanglah pemandangan mengerikan yang memperlihatkan satu demi satu penghuni apartemen berlari ketakutan lantaran kejaran manusia-manusia haus darah. Bahkan, Joon Woo melihat jelas manakala seorang remaja perempuan, tanpa rasa bersalah menggigit leher ibunya sendiri.
kecewan nonton #Alive
Selanjutnya, cerita memperlihatkan Joon Woo yang terjebak di dalam apartemen selama berhari-hari. Persediaan bahan makanan yang menipis, serta pasokan air bersih yang tiba-tiba berhenti, menimbulkan kepanikan. Belum lagi dengan putusnya jaringan internet dan sinyal telepon, membuat dia tidak dapat mengetahui kabar keluarganya.

Secara garis besar, #Alive berkutat pada kisah perjuangan Joon Woo bertahan hidup di tengah gempuran para zombi pemangsa manusia yang berseliweran di sekitar apartemen. Rasa putus asa yang mengantarnya melakukan tindakan bunuh diri, malah membuat Joon Woo berkenalan dengan Kim Yoo Bin, seorang gadis dari apartemen seberang, yang juga penyintas zombi apokalips ini.

Berbekal perkenalan itu, keduanya pun bahu membahu bertahan hidup dan melewati berbagai kejadian mengerikan yang mengadang.

Joon Woo yang Terlalu Sehat

Kritik pertama saya tentu pada keadaan Joon Woo yang menurut saya terlalu sehat untuk seorang gamer pemalas yang hanya menghabiskan waktu sehari-hari di depan komputer. Mengapa saya bisa menyimpulkan bocah satu ini pemalas? Sederhana, Joon Woo mengatakannya sendiri.

Dia menyesal karena tidak menuruti perintah ibunya untuk membeli bahan makanan lantaran malas. Hal ini pun berdampak pada pasokan bahan makanan yang dimiliki Joon Woo hanya cukup untuk satu minggu.

Setelah tujuh hari berselang dan Joon Woo menghabiskan semangkuk mi instan yang tiada lain merupakan makan malam terakhirnya, pasokan air bersih mendadak berhenti. Air keran tidak lagi mengucur. Bahkan diperlihatkan, Joon Woo sampai terpaksa harus menghirup air yang tumpah di lantai demi dapat meminum seteguk air.

Lantas, bagaimana cara Joon Woo bertahan hidup?
kurang puas menonton #Alive
Diceritakan, selama berhari-hari, cowok dengan rambut cepak berkelir pirang ini bertahan hidup dengan meminum berbotol-botol minuman keras milik ayahnya yang tersimpan rapi di lemari. Agaknya, miras berbagai ukuran ini merupakan koleksi berharga sang Ayah hingga Joon Woo harus berucap maaf sebelum mulai meminumnya.

Saya membayangkan, dengan kondisi tubuh tanpa asupan makanan dan air bersih, serta hanya diisi miras selama berhari-hari, tentu akan menyebabkan Joon Woo mengalami dehidrasi parah, kurus kering, bahkan sukar bergerak. Nyatanya, Joon Woo masih cukup kekar—agak kurus sedikit, sih—tetapi masih terbilang lincah hingga di hari ke-30 terjebak dalam apartemen.

Bayangkan, 23 hari tanpa makan dan minum, serta hanya mengisi perut dengan miras, seperti apa kondisi tubuhnya? Faktanya, film ini bahkan tidak memperlihatkan satu kali pun Joon Woo tampak teler karena terlalu banyak minum alkohol.

Kejadian ini tentu cukup mengguncang logika saya. Malahan, ada scene yang menunjukkan Joon Woo bertarung dengan para zombi dengan kondisi fisik terbilang prima.

Cerita yang Cenderung Monoton

Saya paham, sih, film ini mengambil setting lokasi sangat sedikit. Cerita pun tidak pernah jauh dari usaha Joon Woo mencari sinyal agar dapat menghubungi keluarganya, serta kebosanan yang dialami tokoh akibat terjebak di dalam apartemen selama berhari-hari.

Akan tetapi, jujur saja saya merasa cukup bosan. Seolah-olah, selama separuh film saya dipaksa untuk menonton aktivitas seorang cowok di dalam apartemen. Apalagi dengan keanehan sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya. Joon Woo terlalu sehat dan “sangat sadar” untuk ukuran seorang yang sehari-hari hanya mengandalkan alkohol untuk mengisi perut.
kurang puas menonton #Alive
Cerita baru mulai bergerak setelah Joon Woo berkenalan dengan Yoo Bin. Perjuangan keduanya cukup berhasil meningkatkan tensi cerita.

Maksud saya begini, ketimbang penonton dipaksa mengintip kehidupan remaja labil di dalam apartemen terlalu lama, alangkah baiknya jika perkenalan Joon Woo dengan Yoo Bin diceritakan lebih awal. Sehingga penonton dapat merasakan ketegangan lebih lama, khususnya ketika keduanya memutuskan untuk keluar dari apartemennya masing-masing dan mulai menjelajah kompleks gedung bertingkat tempat tinggal mereka itu.

Dengan demikian, drama yang tercipta ketika Joon Woo dan Yoo Bin berkenalan dengan bapak penghuni apartemen lantai 8 pun dapat lebih dieksplorasi. Karena tidak dapat dimungkiri, salah satu scene terbaik film ini, ya, terletak pada perjumpaan kedua tokoh utama ini dengan si bapak baik hati penghuni lantai 8 itu.

Deus Ex Machina yang “Kurang Cantik”

Sebagai seorang penikmat thriller dan beberapa kali menulis cerita bergenre ini, saya amat menghindari penggunaan deus ex machina sebagai solusi bagi sebuah cerita.

Sebagai gambaran, deus ex machina merupakan salah satu teknik bercerita yang memberikan solusi ketika sebuah konflik dalam cerita sudah begitu ruwet. Begitu ruwetnya masalah yang dihadapi, semua jalan keluar pun seolah-olah sama sekali tidak tersedia. Sehingga, saat itu pilihannya hanya ada satu: mati alias gagal.

Nah, deus ex machina hadir dengan solusi yang tidak disangka-sangka. Saking tidak terduganya solusi yang ditawarkan, sampai-sampai solusi bergaya deus ex machina ini, terkesan seperti “solusi langsung dari Tuhan”. 

Sebagai contoh, ketika tokoh utama tengah dikejar sekumpulan pembunuh hingga terdesak ke pinggir jurang, tiba-tiba sebuah petir menyambar para pembunuh dan membunuh mereka tanpa sisa. Hasilnya, tokoh utama pun selamat. Pernah menemukan solusi cerita seperti itu? Menyebalkan, ya?

Penjelasan lebih lanjut tentang deus ex machina silakan baca di sini.
kurang puas menonton #Alive
Nah, meski terlihat sekali tim kreator #Alive berusaha mendandani sedemikian rupa pemecahan masalah yang dialami Joon Woo dan Yoo Bin, tetapi pada akhir cerita kesan deus ex machina masih begitu terasa. Saya yang berpikir kedua tokoh utama ini dapat dipastikan menjadi makanan para zombi, tiba-tiba dipaksa kesal ketika film menunjukkan hal sebaliknya.

Semakin kesal lantaran solusi yang diberi terlalu megah. Alhasil, saya pun langsung meradang.
“Ya ampun, udah 98 menit nonton, eh, selesainya begini aja.”

Skor Biasa

Penilaian saya terhadap film ini pun tidak jauh berbeda dengan apa yang IMDb beri. Jika IMDb sebagai perating film memberi skor 6.3/10, saya pun tidak jauh dari situ.

Skor 6.9/10 saya hadiahkan untuk #Alive.
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar