Horor Nanggung: Sebuah Ulasan dari Film Losmen Melati

Posting Komentar

Apa jadinya jika penginapan yang mestinya menjadi tempat singgah sementara, justru menjadi tempat terakhir yang kita huni di dunia?

ulasan film Losmen Melati
sumber gambar: insertlive.com

Agaknya, premis ini menjadi perekat cerita yang dikembangkan dalam film Losmen Melati. Losmen Melati sendiri merupakan sebuah film layar lebar yang rilis pada 16 Maret 2023, yang kemudian ditayangkan melalui platform nonton film berbayar Catchplay.

Selepas filmnya rilis, Losmen Melati kini ditayangkan sebagai sebuah serial yang juga dapat diakses melalui platform-platform nonton online berbayar.

Sebagai sebuah film horor, Losmen Melati mengajukan sebuah ide segar yang sebenarnya cukup menjanjikan menurut saya. Bagaimana sebuah penginapan, dalam hal ini losmen, ternyata mampu memberikan pengalaman mendebarkan yang tidak akan pernah cdapat dilupakan para pengunjungnya.

Sebab, bagaimana dapat dilupakan, sementara menginap di losmen itu adalah akhir dari hidup mereka?


Sejak Awal Ditakut-Takuti

Film dibuka dengan penjelasan setting yang terjadi pada tahun 1997, di mana seorang polisi dengan papan nama bertuliskan Musto, tengah melakukan penyelidikan ke dalam losmen. Sewaktu Polisi Musto ini masuk ke dalam losmen, dia tidak menemui seorang petugas ataupun pengunjung losmen. Kosong blas ra ono wong’e sisan.

Lalu, scene berpindah ke tampilan Polisi Musto yang mulai menyusuri setiap bagian losmen, melihat lukisan yang literally hidup, dan akhirnya bacokan berkali-kali dari seorang perempuan berwajah pucat dengan make up dan kostum serba gelap menghabisi nyawanya.


ulasan film Losmen Melati
Madam Melati

Sejak awal cerita Losmen Melati hadir tanpa gentar menakut-nakuti para pemirsanya. Lukisan bergerak yang memuncratkan darah, penampakan hantu yang tidak malu-malu tampil di depan kamera, hingga suara geram penuh marah, seakan-akan memang sengaja dimunculkan tanpa ada niatan untuk disimpan agar penonton terkaget-kaget.

Benar. Berbeda dengan kebanyakan film horor lain yang kerap menyimpan dan mengeluarkan tampilan-tampilan menyeramkan atau sosok si hantu secara berkala di waktu-waktu tertentu demi menyajikan jump scare kepada pemirsa, Losmen Melati seperti membiarkan saja para hantu berseliweran ke sana kemari.

Sosok seram dengan balutan baju putih, rambut putih, dan berkekuatan jahat, seperti yang diperlihatkan ke dalam sosok neneknya Gemi—salah satu lakon pengunjung losmen—telah membayang-bayangi penonton, bahkan sejak film baru tayang beberapa menit.

Di satu sisi, saya, sih, happy dengan hal ini. Dengan tidak terlalu berfokus pada jump scare, harapan saya bahwa film ini akan menyajikan alur cerita yang kuat pun mengemuka. Sebab, saya sudah bosan dengan cerita horor yang hanya mengandalkan jump scare demi mengejar teriakan, padahal cerita yang dijalin terbilang awut-awutan.

Plot Di Luar Ekspektasi

ulasan film Losmen Melati
Gemi, Mama Gemi, dan Papa Gemi

Sayangnya, harapan hanya tinggal harapan. Harapan saya akan mendapatkan film dengan plot yang kuat, semakin lama semakin lenyap seiring cerita bergulir. Hingga akhir film, saya gagal mendapatkan penjelasan.

“Apa sebenarnya yang diinginkan oleh film ini?”

Sampai akhir, tontonan berdurasi 93 menit ini tidak mampu memberi penjelasan detail apa alasan Madam Melati melakukan semua tindakan keji seperti yang diperlihatkan sepanjang film berlangsung. Apa karena dia terkena kutukan dan kutukan itu menyebar ke seisi rumah, maka segala macam jenis pembunuhan harus terus terjadi?

Lantas, apa cerita di balik boneka porselen rusak dan kabar perihal anak Madam Melati yang sempat ditayangkan sekilas?

Sebenarnya, saya cukup paham jika semua pertanyaan itu sengaja tidak dijawab karena adanya hasrat para kreator film ini untuk menyajikan sekuelnya. Akan tetapi, tetap saja semua jalinan cerita perlu dipersiapkan agar penonton paham, bahwa tanda tanya besar yang menggantung di kepala mereka akan terjawab manakala menonton kelanjutan filmnya.

Saya ingat sekali dengan syarat sederhana sebuah cerita thriller—di mana horor termasuk ke dalam sub-genre thriller.
Berikan jawaban atas setiap pertanyaan yang hadir pada cerita thriller-mu. Minimal, beri harapan bahwa jawaban akan ditemukan setelah seluruh rangkaian cerita selesai disajikan.
Sayangnya, saya tidak mendapatkannya pada film ini.

Baca juga: Unikmu Asyik!: Sudut Pandang Lain Sebuah Dongeng


Bolong-Bolong yang Seakan Disengaja

Ada beberapa bagian mengerikan dalam film ini yang saya rasa bagai disengaja. Hal mengerikan yang saya maksud apalagi kalau bukan plot hole alias cacat logika.

1. Sepatu Kets Petugas Polisi
Sebagai polisi yang bertugas dengan seragam PDH lengkap, rasanya sungguh tidak masuk akal manakala Polisi Musto hadir tanpa sepatu dinas yang proper. Seragam pak polisi ini literally lengkap, ya. Bahkan sampai-sampai topi polisinya pun beliau kenakan.

Lantas, ketika saya mendapati sepatu yang Polisi Musto bukanlah sepatu dinas yang biasa dipadukan dengan PDH polisi, saya pun terkaget-kaget.

Tampak begitu jelas, ketika Polisi Musto wafat lantaran dibacok kapak, beliau mengenakan sepatu kets. Walah!

2. Seragam PDH Polisi 1997
Pakaian Dinas Harian alias PDH yang dikenakan Polisi Musto pun rasanya agak aneh. Entah mengapa, saya merasa pak polisi satu ini tidak mengenakan pakaian yang sesuai zaman.

Saya masih belum mendapatkan, sih, apakah seragam polisi Indonesia pada 1997 memang sebagaimana yang Polisi Musto kenakan. Akan tetapi, saya ragu juga dan merasa pakaian beliau ini lebih mirip dengan seragam PDH polisi di era 2000-an ke atas.

3. Penyebutan Kata yang Tidak Sesuai Zamannya
Pada satu kesempatan, salah seorang pengunjung losmen yang menggunakan nama Rambo padahal bernama asli Rizal, menyebut satu kata. 

“Jadul”

Seingat saya, kata “jadul” baru akan populer pada era 2000-an. Padahal, Rizal alias Rambo ini datang ke losmen pada 1997. Sehingga dengan demikian, hanya ada dua kemungkinan bagaimana hal ini bisa terjadi.

Kemungkinan pertama, Rizal alias Rambo adalah manusia dari masa depan yang sempat mendengar kata “jadul”. Atau kemungkinan keduanya adalah memang pembuat film kurang riset saat mengeluarkan kata itu sebagai salah satu bagian dalam skenario atau dialog pelakon.

CGI Di Luar Nalar

ulasan film Losmen Melati
Melati Kecil dan Dokter Kusno

Hal lain yang membuat saya sungguh sedih sewaktu menonton Losmen Melati adalah penggunaan CGI yang terasa begitu kasar. Kendati tidak sekasar CGI yang digunakan pada sinema laga dan serial hidayah sebuah stasiun televisi swasta, tetapi untuk ukuran sekelas film layar lebar, saya tetap merasa sedih.

Sejak hantu neneknya Gemi berseliweran, CGI yang dikenakan kepada si hantu terasa sangat kasar dan bergoyang-goyang. Beberapa adegan yang menunjukkan cipratan darah pun tidak luput dari sentuhan CGI yang terlampau memaksakan diri ini.

Puncaknya adalah ketika serabut-serabut hitam yang mirip urat nadi menyelimuti sekujur rumah tua yang kelak menjadi losmen, di saat itulah CGI film ini terasa begitu memotivasi saya untuk menitikkan air mata.

Bukan karena bahagia, dong, tentunya. Apalagi kalau bukan menangis karena sedih dan kecewa. CGI yang ditampilkan begitu memotivasi saya untuk berharap film dapat selesai sesegera mungkin!

Dengan semua hal yang saya sebutkan, tak ayal membuat Losmen Melati menjadi sebuah film horor yang serba nanggung. Tidak bisa dibilang seram karena plot-nya. Namun, dibilang seram karena modal jump scare pun tidak.

Dibilang bagus sekali, tidak. Akan tetapi, disebut sebagai film horor kacangan, tidak bisa juga, sih.

Baca juga: Bayi Ajaib (2023): Film Horor yang Semakin Meneror

Terlepas dari segala catatan yang ada, Losmen Melati tetap memiliki daya tariknya sendiri. Ada promise yang disajikan tepat menjelang credit title alias film berakhir. Ada harapan yang masih mungkin diperbaiki pada sekuel film ini nantinya.

Akan tetapi, apakah akan terpenuhi? Siapa yang tahu?

Kalau Sobat sendiri, bagaimana kesan yang diperoleh usai menonton film Losmen Melati?
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar