5 Pelajaran Bisnis dari Film The Greatest Showman

Posting Komentar
pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Sebagai sebuah film, The Greatest Showman tidak hanya menghadirkan sebuah hiburan yang menggembirakan. Lebih jauh dari itu, film ini berhasil membawakan pelajaran penting dan berharga mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berbisnis.

Phineas Taylor Barnum—kelak jauh lebih dikenal dengan sebutan PT. Barnum—adalah seorang anak penjahit miskin dengan mimpi besar. Tidak putus asa dengan keadaan, Barnum justru menjanjikan kehidupan layak kepada Charity—seorang gadis ningrat keturunan orang kaya—ketika memperistrinya.

Barnum yang dipecat lantaran perusahaan tempatnya bekerja bangkrut, tidak tinggal diam. Ingat akan janji untuk membawa keluarganya hidup layak—sesuatu yang tidak dia miliki sewaktu kecil—Barnum memulai peruntungan di dunia bisnis.
pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
PT. Barnum, diperankan Hugh Jackman
Mula-mula, bermodal uang 10ribu dollar hasil pinjaman bank, dia membeli sebuah museum untuk mempertunjukkan begitu banyak patung lilin orang terkenal. Sayangnya, animo masyarakat tidak sehebat yang diharapkan. Barnum tidak patah arang.

Menggunakan inspirasi yang diperoleh dari kedua putrinya untuk memberi pertunjukan yang “hidup” dan “melibatkan” banyak orang, Barnum mulai mengumpulkan “orang-orang aneh”. Tanpa ragu, diterimanya orang-orang “terbuang” dan terkucil dari masyarakat.

Sebut saja, seorang perempuan berjanggut dengan suara indah, lelaki superjangkung, manusia dengan tato alami di sekujur tubuh, laki-laki kerdil, remaja dengan wajah tertutup bulu panjang yang kelak diberi nama panggung “Dog Boy”, hingga seorang pria gemuk yang didaulat menjadi manusia paling berat di dunia oleh Barnum. Semua makhluk aneh dan terbuang ini, dia tampung ke dalam pertunjukan barunya: sebuah pertunjukan sirkus terkenal.

Sekilas, The Greatest Showman memang terkesan “hanya” sebuah tontonan biasa yang berisi begitu banyak tarian dan nyanyian sepanjang film diputar. Namun, siapa sangka, dari film ini justru terkandung setidaknya 5 pelajaran bisnis yang amat layak diterapkan.

Apa saja, sih, 5 pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman? Yuk, simak!

1. Menetapkan sasaran yang jelas

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Ketika Barnum dipecat, dia tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Berbekal dukungan dari Charity, sang istri, Barnum memulai idenya untuk membuka sebuah pertunjukan—sesuatu yang dia impikan sejak kecil.

Pada zaman itu (era 1830-an), pertunjukan dan panggung hiburan bukan hanya terbatas jumlahnya, melainkan juga sangat-sangat segmented. Hanya orang-orang dengan strata sosial menengah ke atas saja yang dapat menikmati sebuah gelaran seni yang indah seperti teater atau opera.

Akan tetapi, Barnum paham. Segala jenis orang butuh hiburan. Tidak peduli miskin, kaya, ataupun hidup serba pas-pasan.

Berbekal itu, Barnum menetapkan, hiburan yang akan dia pertontonkan bukanlah sebuah seni mahal nan eksklusif. Maka, baik museum lilin yang dia buka pertama kali maupun sirkus yang nantinya dia dirikan, semuanya menyasar kepada banyak kalangan. Bahkan, alih-alih orang kaya, pengunjung sirkus Barnum justru kebanyakan mereka yang berasal dari kelas ekonomi mengenah ke bawah.

Oleh karena itu, wajar jika saya menempatkan “penetapan sasaran tembak” bisnis yang akan dijalani sebagai kunci pembuka pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman. Ketika hendak berbisnis, tetapkan dulu siapa yang menjadi target market?

Lelaki-kah? Perempuan? Tua? Muda? Miskinkah? Atau justru kaya?

Hal ini menjadi penting. Sebab mengetahui siapa pasar yang akan disasar akan menentukan berbagai strategi yang kelak digunakan. Termasuk strategi promosi, marketing, dan pengemasan acara.

2. Berani berbeda

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Hal paling terasa sebagai pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman tentu saja keberanian Barnum untuk menjadi seseorang yang berbeda. Di saat kebanyakan bisnis mengetengahkan industrialisasi, Barnum justru mencoba peruntungan di bidang seni dan hiburan.

Bukan hanya itu, dengan sangat berani, Barnum menampung orang-orang yang dianggap berbeda, aneh, dan tidak umum, ke dalam naungannya.

Memetik pelajaran bisnis dari film ini, menjadi berbeda memang merupakan hal yang penting. Apalagi di dunia yang segala sesuatunya “nyaris serba sama” seperti sekarang.

Maka, mengutip pernyataan Seth Godin dalam Purple Cow yang kemudian diamplifikasi oleh Pandji Pragiwaksono dalam banyak show dan pernyataannya, sudah sepantasnya hal itu kita terapkan dalam bisnis yang hendak dirintis.
Sedikit lebih beda, lebih baik daripada sedikit lebih baik

3. Rajin membaca dan cerdas membaca peluang

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Jenny Lind, diperankan Rebecca Ferguson
Hal menarik yang juga perlu diterapkan sebagai pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman adalah begitu rajinnya Barnum membaca berbagai perkembangan zaman melalui banyak media. Bukan hanya itu, begitu rajinnya dia membaca dan mengikuti zaman, juga membawa Barnum untuk piawai membaca setiap peluang yang bergulir di depan mata.

Hal ini tampak jelas manakala Barnum dan para anggota sirkus pimpinannya memenuhi undangan dari Ratu Victoria. Di istana, mata jeli Barnum melihat peluang ketika Jenny Lind, seorang penyanyi ternama Swedia yang dikenal dengan julukan Swedish Nightingale karena keindahan suaranya, turut hadir dalam undangan sang ratu.

Barnum sadar, nama Jenny Lind yang sudah cukup besar di dataran Eropa, tentu akan semakin gemilang jika dia berhasil membawa pertunjukan sang diva ke Amerika. Ujungnya? Tentu saja, Barnum akan memperoleh exposure yang jauh lebih besar dan mendongkrak namanya di panggung hiburan.

Kemampuan membaca peluang ini sudah seyogianya diterapkan ketika berbisnis. Ada hal apa yang sedang hype saat ini? Bagaimana kemungkinan hal itu diterapkan dalam bisnis?

Kira-kira, tren apa, ya, yang sedang ramai saat ini?

4. Selalu yakin pada produk yang dimiliki

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Sungguh aneh jika seorang pebisnis tidak cukup yakin dengan barang dagangannya sendiri. Hal inilah yang menjadi pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman selanjutnya.

Barnum yakin dan percaya, tim yang dia bentuk memang kompeten di bidangnya. Dia juga yakin, mereka semua mampu berkolaborasi dan menghasilkan pertunjukan spektakuler yang memanjakan penonton.

Jadi, kendati begitu banyak orang mencemooh sirkus yang dia pimpin, Barnum jalan terus. Dia hanya mementingkan satu hal: kepuasan pengunjung. Tentunya diimbangi dengan kualitas penampilan yang baik.

Saya yakin, setiap kita akan senantiasa berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan atau pembeli produk kita. Lantas, jika semua upaya telah dikerahkan untuk menghasilkan produk unggulan, apalagi alasan untuk tidak yakin dengan produk sendiri?

5. Kolaborasi untuk menghasilkan nilai tambah lebih tinggi

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Philip Carlysle, diperankan Zac Efron
Meski sudah cukup tenar dengan sirkusnya, Barnum sadar dia tidak akan bisa jadi lebih besar jika mencukupkan diri bermain di kolam yang itu-itu saja. Dia perlu melebarkan sayap dan menjangkau sudut-sudut bisnis lain yang belum dia kuasai.

Kehadiran Philip Carlysle, seorang keturunan ningrat yang cukup tenar di bidang seni peran dan panggung teater pun menarik minat Barnum. Dengan segala upaya, dia menggaet Carlysle agar bersedia bekerja sama dengannya.

Tujuan Barnum hanya satu, menggunakan kapasitas dan koneksi Carlysle untuk menjangkau golongan priyayi dan kalangan ekonomi menengah ke atas. Hasilnya pun tidak main-main, banyak atraksi sirkus Barnum yang mendapat sambutan di kalangan bangsawan. Bahkan, Carlysle berhasil mengajak Barnum dan seluruh kru sirkus hadir di acara kerajaan Inggris.

Kelima pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman ini, menginspirasi saya untuk memulai bisnis dan mengepakkan sayap di bidang kepenulisan. Saya yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari dinas sebagai bankir, kini menjalani hari-hari sebagai seorang penulis lepas.

Saat ini, saya melakukan lima kegiatan utama dengan profesi penulis ini.

1. Menulis

Ya, tentu saja. Seorang penulis yang tidak menulis tentu bukan seorang penulis, ‘kan? Alhamdulillah, sejauh ini media yang saya pergunakan untuk menulis pun semakin lebar. Di antaranya: buku, media sosial seperti Instagram dan Facebook, serta blog.

2. Ghostwriter

Dipercaya menjadi seorang ghostwriter, merupakan sebuah kebanggaan. Tentu, kebanggaan ini perlu diikuti dengan senantiasa melakukan upgrading skill menulis.

Saya harus senantiasa update dengan situasi terkini, baik dalam maupun luar negeri. Keharusan itu memaksa saya untuk terus mengasah diri dan memperbanyak bahan bacaan.

3. Pembicara pada berbagai kesempatan

pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Sebagai penulis, tentu memungkinkan saya untuk berbagi beberapa hal yang saya miliki kepada banyak pihak. Mengisi kegiatan di sekolah, adalah salah satunya.

4. Editor lepas

Adanya beberapa permintaan untuk melakukan penyuntingan buku dari penerbit, mengharuskan saya untuk selalu bermesraan dengan kamus seperti KBBI dan juga aturan kepenulisan yang berlaku seperti EYD. Tidak hanya itu, saya pun mengikuti beberapa kursus menjadi editor.

5. Mengadakan kelas menulis

Pada Desember 2022, saya membangun sebuah komunitas menulis bernama Sobatnulis. Komunitas ini memungkinkan saya untuk membuka beberapa kelas menulis. Satu kelas menulis yang paling dekat adalah kelas menulis cerpen thriller, yang akan dimulai pada 28 Oktober 2023 mendatang.

Saya paham, kendati minat masyarakat di bidang thriller cukup tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup akan thriller. Hal itulah yang menyebabkan saya memutuskan membuka kelas ini.
pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman
Akan tetapi, kelas ini tidak hanya mengkhususkan diri pada penulisan thriller. Mengingat genre thriller merupakan salah satu genre besar dari cerita fiksi, saya pun memberikan asupan materi, terutama seputar unsur-unsur intrinsik cerita fiksi.

Sehingga, diharapkan setelah selesai mengikuti kelas, para peserta mampu menghasilkan cerita fiksi yang proper kendati mereka tidak sedang menggarap cerita thriller.

Beberapa materi yang akan disampaikan pada kelas menulis cerpen thriller ini antara lain:
  1. Merumuskan premis
  2. Merancang tokoh dan penokohan
  3. Membangun world of story
  4. Menciptakan ketegangan
  5. Mempersiapkan adegan action
  6. Menuliskan plot twist
  7. Menulis dialog
Jika tertarik dan berminat mengikuti kelas ini, Sobat dapat melakukan pendaftaran dengan klik di sini.

Segera, ya! Sebab pendaftaran hanya dibuka sampai dengan 27 Oktober 2023.
***
Demikian 5 pelajaran bisnis dari film The Greatest Showman yang dapat dipetik. Semoga penerapan pelajaran bisnis dari film itu dan sedikit contoh aktivitas bisnis yang telah saya lakukan dapat menginspirasi.

Kalau Sobat, punya ide bisnis apa, nih? Cerita di kolom komentar, yuk!
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar