3 Alasan Buku "Ubah Reaktif Jadi Kreatif" Perlu Dibaca

Posting Komentar
alasan buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif wajib dibaca
Sejujurnya, saya tidak memasang ekspektasi tinggi ketika membaca buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif. Sebenarnya, gambar sampul buku ini sudah cukup lama saya lihat. Yah, habisnya mau bagaimana lagi.

Gambar sampul buku Wildan Karim ini cukup lama dipasang menjadi display picture akun Instagram penerbit yang juga menerbitkan ketiga buku saya, One Peach Media. Belum lagi, ulasan atas buku ini cukup luar biasa. Singkatnya, kesan pertama yang hadir ketika membaca judulnya, benak saya langsung berkata sederhana.

“Ini pasti panduan yang dibuat oleh seorang kreatif, agar bisa menjadi orang kreatif juga.”

Lantas ketika penerbit menghadiahkan buku ini lantaran saya memenangkan sebuah event yang digelar, buku ini pun hadir di rumah. Kemudian buku ini perlahan mulai menyeruak dan memenuhi ruang penglihatan saya.

Wildan Karim, dengan cukup lihai melakukan tarik ulur kata pada setiap halaman yang ada. Melalui kepiawaiannya mengolah kalimat dan bahasa, ditambah lagi dengan banyaknya referensi yang dia gelontorkan, saya dibuat ternganga ketika mulai membaca halaman-halaman awal. Begitu seterusnya hingga buku setebal 341 halaman ini saya tuntaskan.

Dengan kesibukan yang ada, buku ini berhasil saya tuntaskan dalam kurun empat hari. Yah, not bad dan enggak buruk-buruk amatlah, ya. Kesimpulan akhir saya pun bermuara pada sebuah kalimat.
Buku ini perlu diedarkan dan dibaca banyak pihak.
Penasaran kenapa saya berkesimpulan demikian? Yuk, simak tiga alasan mengapa buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu Sobat baca!

1. Buku yang menelanjangi fenomena sosial

Tidak butuh waktu lama bagi seorang Wildan Karim menghadirkan terapi kejutnya dalam buku ini. Pada halaman ketiga, buku ini telah menelanjangi keadaan manusia yang hidup dewasa ini.

Dalam tulisannya, Wildan berujar,
Salah satu dampak terburuk dari penggunaan gawai adalah mengubah penggunanya menjadi sosok yang reaktif. Perubahan ini terjadi karena aktivitas paling dominan yang bisa kita lakukan dengan gawai adalah bereaksi. (halaman 3)
Belum cukup sampai di situ, Wildan melanjutkan bombardirnya dengan menelanjangi lebih jauh saya sebagai pembaca.
Dinamika kehidupan manusia modern yang supersibuk adalah faktor utama yang menyebabkan begitu banyak orang menjadi reaktif. Kesibukan kita yang luar biasa telah menguras waktu, emosi, dan tenaga, kita kelelahan dan mengaktifkan mode “senggol bacok” kepada siapa pun yang berseberangan. (halaman 7)
Sederhana memang. Akan tetapi, dengan argumentasi-argumentasinya, Wildan Karim mampu menghadirkan pembuka mata yang nampol sehingga pembaca mengangguk-angguk dan mengamini semua pendapatnya.

Bahkan, ketika buku ini mulai memberi saran untuk menjauhkan ponsel pintar dalam ritual harian selama 60 menit sebelum dan sesudah bangun tidur, saya pun mengangguk-angguk. Entah bagaimana ceritanya, seolah-olah saya merasakan sinaps-sinaps alias tautan-tautan dalam sel otak mulai terbentuk.

Fakta bahwa saya merasakan dan mengalami langsung begitu reaktifnya diri ini dalam bertindak, kelelahan fisik dengan beberapa pekerjaan terbengkalai akibat scrolling internet yang intens, tidur malam yang kurang, kesadaran akan kurangnya berolahraga, dan betapa “diperbudaknya” saya oleh benda mungil bernama smartphone, membuat saya larut semakin dalam pada paparan Mas Wildan.

Dengan demikian, rasanya tidak berlebihan jika saya menempatkan alasan pertama mengapa buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu Sobat baca karena kepiawaian Wildan mengutarakan fenomena sosial yang terjadi dewasa ini dengan lugas, menohok, tetapi tidak menyakitkan.

2. Buku yang “dekat dan intim”

alasan Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu dibaca
Jujur saja, sebagai buku yang saya klasifikasikan ke dalam kategori self-development, buku ini terbilang lucu. Saya merasakan cukup banyak kalimat yang penulis kemukakan dalam buku ini terkesan seperti curhatan.

Akan tetapi, curhatan yang Wildan paparkan, sejatinya tidak dimaksudkan untuk itu. Justru dengan kesediaan membagikan berbagai pengalaman pribadi, buku ini terasa begitu akrab dan hangat. Buku ini seolah-olah menjadi media berbagi pengalaman dari dua orang sahabat lama yang sedang bertemu dan mengobrol bersama.

Simak saja pengalaman stres dan kesedihan yang Wildan alami ketika dia terpaksa menjual si Unyil—KIA Picanto keluaran 2006 yang menjadi mobil pertama keluarganya.

Dalam ceritanya, dia melukiskan betapa emosi tertekan yang dialami, sempat teralihkan karena nonton televisi dan menyaksikan Zlatan Ibrahimovic berhasil menyarangkan dua gol ke gawang Inter Milan. Akhirnya, AC Milan pun berhasil mempecundangi Inter Milan kala itu.

Usai euforia kemenangan berakhir, stres dan perasaan terpuruk yang dia alami pun kembali hinggap.

Bagi saya, keberanian Wildan mengemas buku ini dengan memberi banyak selipan pengalaman pribadi, justru menjadi daya tarik dan kekuatan tersendiri. Alih-alih mencekoki pembaca dengan banyak “kisah hebat nan inspiratif”, Wildan Karim justru memperlihatkan “sisi manusia normal”-nya yang tentu dimiliki dan dialami kebanyakan pembaca.

Sehingga bukannya menjadi cela, pengalaman demi pengalaman yang ada, malahan membuat buku ini terasa demikian intim. Oleh karena itu, rasanya wajar jika alasan kedua mengapa buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu Sobat baca tiada lain karena terasa begitu dekat. Apa yang Wildan alami, nyatanya kebanyakan kita pun mengalaminya.

Intip saja apa yang Wildan sampaikan pada halaman 312—314. Dalam ceritanya, Wildan berkisah tentang pengalaman menegur sang istri yang menurutnya memiliki cukup banyak kerudung dan baju di dalam lemari. Menurut Wildan, dengan kecenderungan memakai pakaian yang “itu-itu saja”, jumlah kerudung dan baju yang ada, terasa begitu melimpah.

Saya pun senyum-senyum sendiri ketika membaca bagaimana tanggapan sang istri atas teguran yang dia sampaikan. Betapa alasan yang dikemukakan sang istri bahkan telah saya prediksi sebelum cerita Wildan tuntas saya baca. I feel you, Bro.

3. Buku yang menjadi intisari banyak buku

Alasan ketiga mengapa buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu Sobat baca, tentu saja karena isinya memuat begitu banyak pengalaman, kisah inspiratif, quotes luar biasa, hingga petikan buku-buku ternama banyak orang hebat. Bagi saya, membaca buku ini tak ubahnya membaca rangkuman begitu banyak buku, kitab, bahkan beberapa tontonan/film.

Wildan Karim memang menyajikan buku ini demikian adanya. Selain pengalaman pribadi, Wildan menghujani pembaca dengan begitu banyak quotes dari tokoh-tokoh besar seperti Mahatma Gandhi, Bruce Lee, Jack Ma, Jim Rohn, Albert Einstein, dan masih banyak lagi.

Bukan hanya itu, berbagai pengalaman serta kisah inspiratif banyak tokoh pun diceritakan dengan runut dan menarik. Bagaimana Tony Wijaya si atlet bulu tangkis kebanggaan Indonesia yang akhirnya memilih menjadi warga negara Amerika Serikat, pengalaman Jack Ma melamar pekerjaan di KFC, hingga kisah cedera lutut yang dialami Gordon Ramsay, tersaji apik
.

Buat saya, membaca buku ini benar-benar menjadi sebuah petualangan seru. Beberapa buku, film, quotes, dan kisah hidup banyak tokoh, diramu sedemikian rupa, demi menghadirkan argumentasi kuat yang berhasil membuka mata saya.

Akhir kata, menurut saya ketiga alasan mengapa buku Ubah Reaktif Jadi Kreatif perlu Sobat baca sudah lebih dari cukup. Rasanya saya tidak perlu mengumbar begitu banyak janji kepada Sobat untuk mulai bangun dan membaca buku ini.

Atau begini saya, bagaimana jika saya mengutip cara Wildan menelanjangi kemanusiaan kita yang terlalu banyak berdalih dan mengumbar berjuta alasan, padahal untuk sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita?
Menurunkan berat badan adalah hal yang sederhana. Semua pelatih kebugaran di dunia akan menyarankan tiga hal: memperbaiki pola makan, tidur teratur, dan berolahraga. Hanya tiga hal sederhana yang sebenarnya Anda pun sudah tahu.
Masalahnya Anda sering membuatnya menjadi rumit dengan menambahkan varian yang tidak substansial. Misalnya, Anda mensyaratkan sepatu Puma seperti yang digunakan oleh Adriana Lima sebagai bagian wajib untuk berolahraga. (halaman 167—168)
***
Ubah Reaktif Jadi Kreatif | Wildan Karim | Jakarta: Penerbit One Peach Media | ISBN: 978-623-6096-53-6 | Terbitan pertama: Mei 2021 | 341 halaman
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar