Resign!: Novel yang Mengaduk Ingatan

Posting Komentar
ulasan novel resign
“Apa yang sudah kamu kerjakan sampai kamu merasa pantas mengajukan cuti?”
-
Bos Arogan

(Resign! karya Almira Bastari halaman 82)


Membaca karya Almira Bastari satu ini mau tidak mau membuat saya senyum-senyum sendiri. Di satu sisi saya tersenyum karena memang gaya Almira dalam bertutur sebagai Alranita memang sangat ikonik. Cerdas, tapi bloon. Bloon, tapi terlalu cerdas.

Belum lagi dengan kehadiran The Cungpret lain (sebutan untuk geng Alranita—protagonis utama cerita—dan kawan-kawannya di kantor—akronim dari Kacung Kampret), seperti Carlo yang hobi nyemil keripik, Mbak Karenina, ibu-ibu sosialita tajir melintir yang logis, tetapi tetap emosional, serta Mas Andre, senior brilian yang nyaris tidak disentuh bos meski seujung rambut pun.

Semua berpadu dengan begitu apik, sehingga saya hanya butuh waktu kurang dari enam jam untuk menuntaskan buku ini. Yah, mau bagaimana lagi. Buku Almira Bastari satu ini memang seseru, sekonyol, dan semenarik itu.

Sisi lain yang menjadikan saya senyum-senyum sendiri, tiada lain lantaran seakan-akan dihadapkan pada kondisi yang pernah saya hadapi. Kepengin resign alias mengundurkan diri dari pekerjaan di kantor, tetapi di sisi lain, masih harus mikirin ini dan itu (baca: cicilan dan biaya hidup sehari-hari). Akan tetapi, jika alasan kepergian Alranita dan The CungPret dari kantor mereka lebih banyak dipicu oleh bos yang begitu tiran dan tidak manusiawi, alasan resign saya sedikit berbeda.

Meski tidak bisa dimungkiri, bos yang tidak menyenangkan tetap memberi dampak secara mental dan seakan-akan mengamplifikasi keinginan saya untuk berhenti kerja.

Resign!: Potret Gaya Hidup Metropolis

Berbeda dengan para tokoh yang terlibat dalam cerita ini, saya yang dulu pernah mengecap pahit manisnya dunia kerja dan kantoran, termasuk berdinas di Jakarta, nyatanya memiliki pengalaman yang cukup berbeda dengan Alranita dan The CungPret.

Alranita dan kawan-kawan berasal dari sebuah kantor konsultan elite dengan kisaran penghasilan bulanan yang saya yakini teramat fantastis. Yah, kendati tidak disebutkan secara spesifik nominal gaji bulanan mereka, tetapi dengan gaya berkendara Alranita yang ke sana kemari minimal naik taksi, ditambah lagi aksesori harian, termasuk tas dan perlengkapan lain yang berasal dari merek-merek ternama, tentu penghasilan mereka bukanlah gaji-gaji yang dapat disetarakan dengan para officer muda yang baru masuk kerja ataupun mereka yang kecapekan mengurusi penghasilan batas UMP (upah minimum provinsi).

Dengan demikian, menurut hemat saya, jika Sobat pembaca merupakan kaum pekerja dengan gaji yang belum menyentuh angka dua digit, hendaknya membaca buku ini dengan penuh senyum, sembari banyak berdoa. Semoga Tuhan kelak menyampaikan Sobat semua ke posisi Alranita dan kawan-kawannya.

Saya tentu hanya bisa memberikan imbauan ini, sebab tidak ada saran lain menurut saya selain itu. Mau dibandingkan dari sisi mana? Alranita ketika cuti, langsung jalan ke Langkawi, Malaysia. Outing kantor yang ke Bali saja dianggap sebagai outing yang tidak cukup keren. Sementara saya? Bisa berangkat ke Bali sudah merupakan prestasi tersendiri.

Akan tetapi, agaknya penghasilan yang diperoleh para tokoh dalam cerita, sebanding dengan beban kerja serta kapasitas mereka. Mau bagaimana lagi, para tokoh dalam cerita adalah lulusan-lulusan terbaik kampus-kampus ternama luar negeri. Amerika Serikat, Australia, dan Eropa. Belum lagi, mereka semua tidak ada yang “hanya” bermodal ijazah sarjana.

Bos para The CungPret, misalnya. Tigran, sang bos, bahkan mengantongi tiga ijazah master dari tiga perguruan tinggi kenamaan di berbagai belahan bumi.

Jika dari background saja demikian, maka pekerjaan mereka pun sama sekali tidak remeh. Alih-alih mengerjakan hal-hal administratif, Alranita dan seluruh The CungPret adalah tenaga-tenaga andal yang bahkan kadang harus terpaksa pulang di atas pukul 12 malam, demi menyelesaikan sebuah project. Maka, rasanya sebandinglah dengan penghasilan bulanan mereka yang fantastis.

Resign!: Sebuah Solusi

ulasan novel Resign
Premis novel ini terbilang sederhana. Kerja itu bukan cuma cari uang. Kenyamanan dalam berkarier juga perlu. Kenyamanan ini bisa ditinjau bukan hanya dari sisi lingkungan kerja, seperti lokasi kerja, kenyamanan ruangan, hingga teman-teman yang menjadi keluarga di kantor, melainkan juga keberadaan atasan dan kontribusinya terhadap keseimbangan hidup.

Tigran, sang bos, dikenal sebagai seorang yang otoriter dan tidak bisa dibantah. Meski terkenal sebagai seorang jenius dan bertangan dingin, bos satu ini dicitrakan sebagai seorang pimpinan yang enggan turun bersama para bawahan dan malas mendengarkan masukan.

Tidak mengherankan jika wacana resign pun menjadi makanan harian Alranita dan kawan-kawannya. Sehingga, kesimpulan saya pun sederhana sekali karena hal ini: Uang memang penting. Terlalu penting malah. Namun, sepenting-pentingnya uang, menyelamatkan diri dari “kegilaan” jauh lebih penting.

Resign!: Penilaian Subjektif

Sebagai sebuah bacaan, Resign! merupakan sebuah novel yang cukup menyenangkan. Cukup menggelitik dan asyik diikuti. Almira Bastari menurut saya sangat baik mengemas setiap kalimat sehingga terasa begitu powerful dan mampu ditangkap oleh pembaca yang jarang-jarang baca genre metropop.

Gaya kenes dan energik, begitu terasa dalam setiap goresan kata yang hadir. Resign! mampu membuka mata sekaligus membuat terpingkal dalam waktu yang bersamaan. Sehingga, jika dinilai secara jujur, Resign! masuk dalam kategori novel ringan yang recommended untuk dibaca dalam berbagai situasi.

***

Resign! karya Almira Bastari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
288 halaman.
ISBN e-book: 978-602-03-8072-8 e-ISBN
Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar