Bagaimana perasaanmu jika idola masa kecilmu kembali mewujud di depan mata ketika kamu dewasa? Bahagia? Girang bukan kepalang? Atau malah pesimis?
Ketika mengetahui bahwa pahlawan super kebanggaan dan idola saya sedari kecil, Kamen Rider Black alias Ksatria Baja Hitam akan dibuatkan reboot-nya, saya girang luar biasa. Saya tidak bisa bohong kalau tanggal rilis dari reboot serial pahlawan bertopeng kesukaan itu amat saya nantikan. Ya, sebagai salah satu perayaan 50 tahun keberadaan kamen rider di dunia, melalui Prime Video milik Amazon, film kesayangan saya ini dirilis tanggal 28 Oktober 2022 silam.
Lebih lanjut, serial bertajuk Kamen Rider Black Sun ini ditayangkan sebagai serial sebanyak 10 episode. Namun, satu hal yang menjadi perhatian saya. Berdasarkan beberapa review yang saya baca dan saksikan sebelum tanggal rilisnya, Kamen Rider Black Sun amat tidak direkomendasikan untuk ditonton oleh anak-anak. Utamanya mereka yang belum berusia 18 tahun.
Padahal, jujur saja. Saya sudah sangat berniat memperlihatkan kepada anak saya betapa kerennya Ksatria Baja Hitam yang digilai oleh bapaknya itu. Saya membayangkan, jika Ksatria Baja Hitam alias Kamen Rider Black yang rilis pertama kali tahun 1987 saja sudah sekeren itu, apalagi reboot-nya? Yah, minimal, secara teknologi dan perkembangan teknis pengambilan gambar pada saat syuting kan tentu berbeda jauh.
Saya paham benar. Sebuah ulasan tidaklah dibuat sembarangan. Ketika disampaikan bahkan diwanti-wanti oleh banyak pihak bahwa Kamen Rider Black Sun bukan tontonan bocah, maka sudah semestinya hal itu dipercaya.
Akan tetapi, saya berkeras hati. Saya bertekad membuktikan terlebih dahulu. Saya akan nonton serial Kamen Rider Black Sun sendirian terlebih dahulu. Jika saya rasa aman, maka saat itu juga saya akan ajak anak saya nonton bareng.
“Kamu Jangan Nonton Film Ini!”
Episode pertama bergulir. Saya menonton dengan semangat. Tapi, eh, kok, eh, kok, begini?Berbeda jauh dengan apa yang sempat dilakoni Pak Tetsuo Kurata—pemeran Kotaro Minami alias Kamen Rider Black atau Ksatria Baja Hitam—pada tahun 1987, latar dan alur yang diusung pada serial reboot ini sungguh berbeda. Semua orang yang pernah sedikit menonton serial Kamen Rider Black atau Ksatria Baja Hitam di layar RCTI pada medio 1993—1994 tentu memiliki kesimpulan yang sama.
Kotaro Minami alias sang Ksatria Baja Hitam adalah pribadi baik hati dan sangat mencintai anak-anak. Bukan hanya itu, sebagai tokoh yang digambarkan masih berusia 19 tahunan, Kotaro adalah sosok yang amat loyal pada keluarga dan sahabat.
Sementara, Kotaro Minami versi Hidetoshi Nishijima—pemeran pada serial reboot—teramat lain. Pada Kamen Rider Black Sun, Kotaro adalah seseorang berusia 50 tahunan yang hidup sebatang kara dan tidak peduli pada dunia. Dia melakukan segala sesuatunya demi kepentingan dirinya sendiri. Dalam bahasa yang lebih gampang, Kotaro versi Nishijima adalah seseorang yang tidak akan mengusik orang lain, selama dia tidak diusik.
Secara penceritaan, Kamen Rider Black Sun, juga amat jauh berbeda. Jika pada tahun 1987, Kamen Rider Black hanya berkutat seputar menggagalkan rencana kumpulan monster jahat bernama Gorgom untuk menguasai dunia dan membangkitkan Raja Abad—Century King, tidak demikian halnya dengan Black Sun. Versi reboot Kamen Rider Black ini justru mengusung tema yang kelewat berat dan sama sekali belum dapat menjadi konsumsi bocil.
Isu rasialisme, intrik politik, saling sikut demi menggapai kekuasaan, hingga pengkhianatan, amat kental mewarnai setiap episode yang ada. Maka, jika kamu berharap menonton Kamen Rider yang isinya seputar jagoan berkostum cyborg dan berantem-beranteman plus meledak-meledak, bisa jadi kamu akan sangat kurang terpuaskan sewaktu nonton reboot film ini.
Yah, kendati cukup banyak adegan henshin alias perubahan wujud dari manusia ke bentuk kaijin dalam film reboot ini, tetapi isu besar terkait politik dan diskriminasi rasial sangatlah kental. Bahkan jauh lebih kental dan dapat menutupi keseruan melihat tiap transformasi wujud yang ada.
Kalau dipikir-pikir, apa yang dilakukan oleh Ishinomori Productions dan Toei sebagai production house serial ini sebenarnya wajar, sih. Biar bagaimana pun, para penonton Kamen Rider Black di zaman dulu tentunya sudah amat berbeda dengan di masa sekarang ini.
Katakanlah saya, sebagai contoh. Saya nonton Ksatria Baja Hitam pertama kali—khususnya pada episode pertama ketika Kotaro dan Nobuhiko melarikan diri dari laboratorium Gorgom—pada tahun 1993. Tahun itu—1993—saya masih berusia di kisaran 7 atau 8 tahun. Maka, ketika Oktober 2022, saat Kamen Rider Black Sun mengudara pertama kali, saya telah berusia di atas 35 tahun.
Bisa dibayangkan, jika bapak-bapak yang telah memiliki anak seusia dirinya ketika nonton Ksatria Baja Hitam pertama kali, masih disuguhi tayangan “Kakak Kotaro yang baik hati dan memiliki senyum manis nan memesona” tentu akan mati bosan selama reboot ditayangkan. Para penikmat Kamen Rider Black Sun yang saya yakini seumuran saya—bahkan ada yang lebih tua—tentu akan kelelahan jika tema yang diusung masih tetap bergaya kanak-kanak.
Maka, setelah episode pertama Kamen Rider Black Sun saya tuntaskan, saya pun lantas bertitah kepada anak saya.
“Kamu jangan nonton Kamen Rider Black Sun. Ini bukan film anak-anak. Ini film dewasa banget ….” Lantas, anak saya pun cemberut mendengarnya.
Banjir Darah dan Kengerian
Kisah politik dan diskriminasi rasial yang diusung film ini bukanlah satu-satunya hal yang menjadikan Kamen Rider Black Sun jauh dari kata “ramah anak”. Hal lain seputar tindakan seksual—meski implisit—pun tidak dapat dipungkiri keberadaannya.Akan tetapi, puncak dari “kedewasaan” serial ini adalah betapa gore dan gelapnya tayangan ini disajikan. Hampir sepanjang episode, penonton disuguhkan tampilan banjir darah, mandi darah, hingga potong-potongan anggota tubuh.
Bahkan, satu adegan yang paling bikin takjub saya sampai sekarang adalah ketika Kotaro yang nekat mencoba membunuh Creation King, dipotong pahanya sampai putus oleh sang musuh. Diputus! Literally diputus!
Jadi, kalau kamu mau nonton ada kamen rider merangkak karena kakinya putus, sambil menenteng kaki yang baru putus itu dengan gigi, dan darahnya ngucur ke mana-mana di sepanjang lantai tempat dia merangkak, tontonlah serial ini. Aseli!
Sebenarnya, secara alur, serial Kamen Rider Black Sun tidaklah mengkhianati versi asli Kamen Rider Black. Momen mengharukan ketika Kamen Rider Black yang sempat mati lalu dirawat Monster Paus hingga dapat keajaiban untuk hidup lagi, juga ditampilkan pada Kamen Rider Black Sun. Bedanya, tentu dengan beberapa penyesuaian seputar alur yang sedikit dimodifikasi.
Akhir kata, saya sungguh puas dengan reboot Kamen Rider Black yang saya idolakan selama ini. Buat saya, meski film ini keterlaluan berdarahnya—untuk sebuah film Kamen Rider—tetapi, layak banget untuk dinikmati. Khususnya bagi yang suka film jagoan-jagoanan atau pencinta kamen rider macam saya.
Sstt ... sebagai bocoran saja. Sejak 2022 hingga 2024 ini, saya sudah menonton series Kamen Rider Black Sun ini sebanyak tiga kali!
Kamen Rider Black Sun | 2022 | 10 episode | Amazon Prime Video | 18+
Rating si Jamal: 4,5/5
***[][][]***
Rating si Jamal: 4,5/5
Posting Komentar
Posting Komentar