3 Alasan The Invisible Man Layak Dijadikan Rujukan Menulis Cerita Thriller

Posting Komentar
Review The Invisible Man
Bagi kamu yang menyukai cerita bergenre thriller, baik berupa novel maupun film, sepertinya The Invisible Man yang rilis pada 2020 silam, bukanlah barang baru. Film yang dirilis kembali setelah pada 1933 pernah diangkat ke layar lebar itu, cukup menarik perhatian saya.

Berkisah tentang Cecilia Kass yang merupakan kekasih dari Adrian Griffin. Melalui alur penceritaan yang terbilang pelan, penonton diberi tahu bahwa Adrian, yang merupakan CEO dan founder sebuah perusahaan di bidang optik, adalah seorang posesif, mengekang, dan sering melakukan tindak kekerasan kepada kekasihnya. Hasilnya, melalui serangkaian aksi bak Ethan Hunt pada Mission Impossible, Cecilia berupaya melarikan diri dari rumah mewah Adrian. Rumah mewah yang tak ubahnya penjara bagi perempuan malang itu.

Kemalangan yang dialami Cecilia selama hidup bersama Adrian pun membentuk dirinya menjadi seorang paranoid. Meski kini tinggal sementara di rumah James Lanier, seorang polisi yang juga kekasih sang adik, Emily, Cecilia merasa Adrian selalu mengintai dan menguntitnya. Sehingga, meski telah melarikan diri puluhan kilometer dari rumah Adrian, Cecilia senantiasa ketakutan dan tidak berani meninggalkan rumah James, bahkan untuk sekadar mengambil surat dan koran di kotak surat.

Hingga hari itu tiba. Emily datang membawa kabar menggemparkan. Menurut pemberitaan media, Adrian Griffin, sang jutawan sekaligus mantan kekasih Cecilia, ditemukan tewas karena bunuh diri. Hal yang berikutnya terjadi pun tidak kalah mengejutkan, melalui Tom Griffin, kuasa hukum Adrian sekaligus adik sang jutawan, Cecilia memperoleh kabar bahwa Adrian menunjuk sang gadis itu sebagai penerima warisan sebesar 5 juta dolar Amerika, yang pencairannya diangsur sebesar 100 ribu dolar per bulan, selama empat tahun.

Kaget? Tentu. Gembira? Iya, juga.

Akan tetapi, kegembiraan Cecilia atas kabar itu tidak berlangsung lama. Serangkaian kejadian aneh mulai terjadi di sekitar dirinya. Kejadian demi kejadian yang membawanya pada kesimpulan bahwa Adrian menguntit dirinya meski telah dinyatakan tewas dan dikremasi.

Plot yang Datar

Sebagai sebuah film thriller bergenre horor dan misteri, menurut saya The Invisible Man tidaklah terlalu istimewa. Pembawaan cerita yang cenderung lambat pada awal hingga pertengahan film cukup dapat dimaklumi guna membangun situasi yang dapat menunjang pada adegan klimaks dan penyelesaian.

Akan tetapi, ide yang diangkat menurut saya tidak cukup segar. Apalagi jika mengingat cerita The Invisible Man sendiri merupakan film yang diangkat berdasarkan novel karya H. G. Wells yang rilis pada 1897. Sehingga, meski berbagai penyesuaian seperti adanya penggunaan teknologi canggih dalam cerita, tetap saja ide ceritanya terkesan “biasa saja”.

Film yang Bagus untuk Belajar Menulis Cerita Thriller

Review The Invisible Man
Terlepas dari kesan “biasa” yang saya peroleh ketika menonton film ini, menurut saya, The Invisible Man merupakan salah satu referensi yang layak untuk ditonton andai kamu bermaksud menulis cerita thriller, khususnya bergenre horor.

Setidaknya ada 3 alasan The Invisible Man merupakan film referensi yang bagus untuk bekal menulis cerita thriller. Berikut ulasannya.

1. Penerapan foreshadowing yang detail 

Sebagai sebuah cerita thriller bergenre horor, ditambah lagi misteri, sejak awal The Invisible Man berisi banyak foreshadow yang amat berguna bagi para pemirsa untuk memahami keseluruhan cerita. Oleh karena itu, wajar rasanya jika saya menempatkan poin foreshadowing ini sebagai alasan pertama yang menjadikan The Invisible Man layak untuk ditonton sebagai rujukan menulis cerita thriller.

Sebagai contoh, dalam aksi yang dilakukan Cecilia untuk mematikan berbagai perangkat kamera keamanan, serta penyebutan bahwa Adrian Griffin adalah seorang pengusaha di bidang optik yang hanya satu kali di awal film (dan satu kali lagi pada pertengahan cerita), menjadi sebuah petunjuk halus yang mampu membekali penonton.

Foreshadow memang seperti itu, ‘kan? Menjadi clue halus yang bahkan nyaris tidak terasa, tetapi jika diingat kembali, akan memberi dampak besar pada keseluruhan cerita.

2. Kepatuhan pada “aturan” menulis cerita thriller

Secara umum, cerita thriller memiliki satu hal wajib yang harus dipenuhi. Andai hal ini tidak dipenuhi, dapat dipastikan cerita yang tersaji bukanlah thriller. Hal wajib itu tentu saja “ketegangan”. Perihal “ketegangan” inilah yang menjadikan The Invisible Man patut ditonton oleh mereka yang sedang belajar menulis cerita thriller.

Pada The Invisible Man, seluruh kru berhasil membangun ketegangan dengan baik. Bukan hanya itu, ketegangan yang dibangun pun dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai. Setidaknya beberapa hal yang ada pada The Invisible Man yang menyebabkan film ini saya sebut “cukup patuh” aturan.

a. Adanya pertaruhan

Pertaruhan yang harus dihadapi Cecilia sudah jelas: nyawa orang-orang tersayang. Jika sudah urusan nyawa, apalagi yang bisa mengalahkan?

b. Batas waktu

Dalam membangun ketegangan, andai tidak ada batas waktu, tentulah tidak tegang. Salah satu trik membangun ketegangan melalui batas waktu pada The Invisible Man adalah ketika Cecilia dan James harus berpacu dengan waktu demi menyelamatkan nyawa Sidney yang dalam bahaya.

c. No escape

Satu hal yang harus diingat, pada cerita thriller, tokoh utama harus selalu melawan musuh utama. Tidak boleh di-skip apalagi sampai dihilangkan. Hal ini diterapkan dengan cukup baik pada The Invisible Man.
Review The Invisible Man

3. Plot twist yang tidak menipu

Hal terakhir yang menjadikan The Invisible Man layak ditonton dan dijadikan bahan rujukan ketika belajar menulis cerita thriller adalah plot twist yang tidak mengada-ada dan membodohi penonton/pembaca.

Dalam menerapkan plot twist, film ini tidak menerapkannya dengan asal-asalan. Bukan hanya itu, plot twist yang dihadirkan pun tidak membodohi. Sangat jelas bahwa penulis skenario, sutradara, dan para kru menggunakan teknik Checkov’s Gun ketika membangun plot twist. Dengan memegang teguh poin nomor satu yang telah disebutkan di atas (foreshadowing), Checkov’s Gun yang diterapkan, sungguh bagus.

Bukan hanya itu, The Invisible Man bahkan tidak hanya memberikan satu plot twist, melainkan dua!

Dengan 3 alasan yang telah saya sebutkan di atas, kendati bagi saya tidak terlampau istimewa, tetapi The Invisible Man merupakan film yang amat layak untuk kamu pelajari untuk memulai langkah menulis cerita thriller. Selamat mencoba!
Review The Invisible Man
***

The Invisible Man | 2020 | 124 menit | 17+
Rating si Jamal: 6.0/10

Jirfani
Selamat datang di blog jirfani.com Sebuah blog yang berisi beragam ulasan seputar film, buku, perjalanan, serta perenungan seorang Jamal Irfani.

Related Posts

Posting Komentar