“Orang-orang yang bertahan adalah mereka yang memegang harapan.”
(Arisu, dalam Alice in Borderland season 2)
Alice in Borderland yang tayang di Netflix sejatinya merupakan adaptasi manga berjudul sama buah karya Haro Aso. Manga ini sendiri pernah rilis di Indonesia dan diterbitkan oleh Elex Media Komputindo pada medio 2014-2016.
Mengisahkan seorang gamer yang kerap menerima cap tidak memiliki masa depan, Arisu bersama kedua sahabatnya, Chota dan Karube, terdampar di sebuah dunia paralel. Arisu yang sebenarnya berasal dari keluarga cukup terpandang, beserta ratusan warga Tokyo lain yang juga terisap masuk dalam dunia aneh berlatar mirip kota tempat tinggal mereka, terpaksa memainkan beragam permainan tidak masuk akal demi bertahan hidup.
Pilihannya teramat sederhana. Ikut bermain dengan kemungkinan menang dan dapat melanjutkan hidup karena memperoleh perpanjangan masa izin tinggal di dunia itu—disebut visa—atau menolak bermain untuk kemudian mati dengan sendirinya ketika visa telah kedaluwarsa. Yah, meski kalau ikut main dan kalah dalam permainan pun berisiko mati juga, sih.
Dalam setiap episode, serial yang telah memiliki 2 season ini menawarkan pengalaman baru kepada penonton atas berbagai pandangan manusia terhadap hidup. Jika pada season 1, Arisu dan para pemain lain berjuang demi bertahan hidup dan memperpanjang visa mereka, maka pada season 2, level permainan kian meningkat. Arisu dan para pemain yang berhasil melalui level di season 1, harus menghadapi para pemain yang menyebut diri mereka, kokumi—warga negara dunia paralel itu.
Memenuhi Aturan Cerita Thriller
Sejatinya, pada setiap cerita bergenre thriller, terdapat hal yang harus ditonjolkan selain penggambaran tokoh yang kuat. Hal itu tiada lain adalah menciptakan ketegangan. Yah, habisnya mau bagaimana lagi. Namanya juga thriller.Alice in Borderland memenuhi hal itu. Cerita yang apik ditunjang dari penggambaran karakter atas setiap tokoh terasa begitu diperhatikan. Dalam banyak adegan, penonton diperlihatkan bagaimana masing-masing tokoh bersikap atas setiap konflik yang dihadapi, serta apa yang menyebabkan mereka bersikap demikian. Hampir seluruh karakter pada cerita ini diperlihatkan latar belakang hidup mereka sebelum terdampar di dunia paralel bernama Borderland.
Karube dan Chota misalnya. Masalah hidup yang mereka alami, ditampakkan begitu nyata sehingga penonton memahami kedekatan serta rasa sayang Arisu kepada keduanya. Aguni dan Hatter pun demikian. Bahkan, latar belakang dari karakter paling misterius—tapi sekaligus paling cool—yakni Chishiya, pun akhirnya terkuak di pertengahan season 2.
Kemudian bicara soal ketegangan. Ah, saya rasa, sih, kamu tidak perlu menyangsikannya lagi. Formula wajib dari sebuah cerita tegang yaitu ancaman atas hal mendasar dalam hidup ditambah tenggat waktu yang sempit, diolah dengan teramat apik. Dari episode ke episode, penonton seakan dipaksa menahan napas demi menyaksikan para aktor beradu akting. Hasilnya? Penonton tanpa sadar digiring terperosok kian dalam pada cerita penuh teka-teki yang bikin ketagihan. Lalu, berujung pada keengganan untuk memalingkan wajah sebelum seluruh episode selesai ditonton.
![]() |
Usagi dan Arisu |
Rupa Asli Manusia
Semakin lama saya menonton, semakin ngeri pula saya membayangkan makhluk bernama manusia itu. Sayangnya, saya susah melepas kail film ini yang sudah kadung mengait diri. Jadinya, ya, gitu, deh. Saya terus nonton film ini sampai tamat kedua season-nya.Melalui film ini, saya diperlihatkan pada berbagai kemungkinan rupa manusia. Betapa sebagai makhluk, manusia sama sekali bukan benda mekanis yang senantiasa dapat diperhitungkan gerak serta pemikirannya. Manusia yang dihadapkan pada ancaman kematian setiap detiknya, ternyata dapat merespons dan berekspresi jauh dari kata seragam. Alih-alih bersiap dan berjuang hingga tetes darah terakhir, serial ini justru memperlihatkan hal sebaliknya.
“Saat menghadapi kematian, saat itulah kamu melihat sifat asli manusia.”
(Kyuma—Raja Keriting, pada Alice in Borderland season 2)
Jika kamu pencinta cerita-cerita tegang dengan sedikit sentuhan sci-fi, serta dibumbui banyak muncratan darah, saya merekomendasikan film ini. Tanda tanya yang beralih dari satu teka-teki ke teka-teki selanjutnya, tentu akan membuat kamu penasaran sepanjang episode. Apalagi, jumlah episode dari setiap season-nya terbilang sedikit. Hanya ada 8 episode dari masing-masing season. Yah, rasanya pas-lah untuk bikin seru diri sendiri.
![]() |
Kyuma |
Kalaupun ada hal yang perlu saya berikan catatan adalah banyaknya kata-kata kasar dan beberapa adegan vulgar khas orang dewasa pada berbagai episode. Sehingga, saya pribadi tidak menyarankan kamu menontonnya bareng sama anak atau adikmu yang masih belum berusia 18 tahun.
Sebagai penutup, menurut saya Alice in Borderland merupakan serial yang layak untuk disaksikan bagi kamu pencinta cerita thriller misteri.
Jadi, setelah ini kamu mau saya ulas film atau buku apa lagi, nih?
***[][][]***
Alice in Borderland | Rating usia: 18+ | Thriller | 2 seasons | Netflix
Rating Jirfani: 4.5/5
Posting Komentar
Posting Komentar